Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Penyakit Hati

Keraguan Mengantarkan kepada Kekufuran

Keraguan Mengantarkan kepada Kekufuran

Keraguan adalah lawan dari keyakinan. Ia merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Jika berhasil menguasai diri seseorang, penyakit ini akan menghancurkannya dengan virus ragu, bimbang, dan gelisah. Di samping itu, penyakit ini juga menghalangi penderitanya untuk dapat menggapai cita-citanya, karena ia menyebabkan lahirnya kebimbangan dalam mengambil keputusan dan menetapkan pendapat. Penderitanya selalu berada dalam perangkap keraguan dan kebimbangan.

Keraguan Mendorong kepada Kekufuran

Ketika Allah mengutus para rasul kepada kaum-kaum mereka, penyakit ini merasuki hati sebagian anggota kaum itu. Dan itu mereka ungkapkan sendiri dengan lidah-lidah mereka, sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran (yang artinya): "Belumkah sampai kepada kalian berita orang-orang sebelum kalian (yaitu) kaum Nuh, 'Âd, Tsamûd, dan orang-orang sesudah mereka yang tidak diketahui selain oleh Allah. Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata, lalu mereka menutupkan tangan mereka ke mulut mereka (karena kebencian) seraya berkata, 'Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kalian ajak kami kepadanya'. Berkatalah rasul-rasul mereka, 'Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?'." [QS. Ibrâhim: 9-10]

Keraguan dan kebimbangan ini telah menyeret mereka kepada kekufuran terhadap Allah dan ajaran-ajaran-Nya. Oleh karena itulah, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—mengumumkan kepada orang-orang yang ragu bahwa beliau benar-benar berada dalam kebenaran, dan beliau betul-betul yakin dengan wahyu yang diturunkan Allah kepada beliau, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Katakanlah: 'Hai manusia, jika kalian masih dalam keragu-raguan tentang Agamaku, maka (ketahuilah bahwa) aku tidak menyembah yang kalian sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kalian, dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman'." [QS. Yûnus: 104]

Ragu tentang Hari Kebangkitan

Sesungguhnya seorang muslim pasti meyakini bahwa kematian bukanlah akhir perjalanannya, tapi setelah itu akan ada kejadian-kejadian luar biasa yang akan dilaluinya. Ia yakin bahwa Allah pasti akan membangkitkan jasad-jasad dari kuburnya untuk dihisab pada hari Kiamat kelak. Sebaliknya, kebanyakan orang-orang non muslim tidak meyakini adanya Hari Kebangkitan. Mereka meragukan kebenaran hal itu, sebagaimana dijelaskan oleh Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—dalam firman-Nya (yang artinya): "Sebenarnya pengetahuan mereka tentang Akhirat tidak sampai (kesana), malah mereka ragu-ragu tentangnya, bahkan mereka buta darinya. Berkatalah orang-orang yang kafir, 'Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita; apakah sesungguhnya kita akan dikeluarkan (dari kubur)? Sesungguhnya kami telah diberi ancaman dengan ini dan (juga) bapak-bapak kami dahulu; ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu kala'." [QS. An-Naml: 66-68]

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—juga telah mengabarkan tentang seorang lelaki kafir yang datang menemui Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—dengan tidak meyakini adanya Hari Kebangkitan. Hal itu diceritakan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan ia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, 'Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?'. Katakanlah, 'Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. Yaitu Tuhan yang menjadikan untuk kalian api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba engkau pun dapat menyalakan (api) dari kayu itu. Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia Maha Kuasa (untuk melakukan itu). Dan Dialah Dzat Yang Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: 'Jadilah!' maka terjadilah ia'." [QS. Yâsîn: 78-82]

Oleh karenanya, ketika dibangkitkan dari kubur, mereka baru yakin akan kebenaran apa yang telah mereka ragukan selama ini, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Dan (alangkah hebatnya) jika engkau melihat ketika mereka (orang-orang kafir) terperanjat ketakutan (pada hari Kiamat); mereka tidak dapat melepaskan diri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat (untuk dibawa ke Neraka). Dan (di waktu itu), mereka berkata, 'Kami beriman kepada Allah'. Bagaimanakah mereka dapat mencapai (keimanan) dari tempat yang sejauh itu, padahal mereka telah mengingkari Allah sebelum itu; dan mereka menduga-duga tentang yang gaib dari tempat yang jauh. Dan dihalangilah antara mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) berada dalam keraguan yang mendalam." [QS. Saba': 51-54]

Sedangkan orang-orang mukmin, mereka di dunia berada dalam keyakinan total tanpa dinodai oleh keraguan. Karena itulah mereka berdoa kepada Allah agar terjaga dari keburukan di Hari Kebangkitan itu. Mereka berdoa agar Allah memperlakukan mereka dengan baik, sebagaimana diabadikan oleh Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—dalam firman-Nya (yang artinya): "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tidak ada keraguan padanya. Sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji." [QS. Âli 'Imrân: 9]. Mereka mengeluarkan ungkapan yang juga disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran (yang artinya): "Wahai Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." [QS. Âli Imrân: 194]

Kondisi Orang-orang yang Ragu di Kuburan Mereka

Ketika masuk ke dalam kubur, orang-orang yang ragu ini melihat sebagian kenyataan yang dahulu mereka ragukan keberadaannya, yaitu saat dua orang Malaikat datang menanyai setiap mereka, sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadits: "(Malaikat itu berkata), 'Agama apa yang engkau anut?' Ia menjawab, 'Aku tidak tahu'. Lalu Malaikat itu kembali bertanya, 'Siapakah lelaki ini (Nabi Muhammad)?' Ia menjawab, 'Aku mendengar orang-orang mengucapkan sesuatu, lalu aku pun ikut mengucapkannya'. Kemudian dibukakanlah untuknva suatu lubang ke arah Surga, sehingga ia bisa melihat keindahannya dan segala isinya. Lalu dikatakan kepadanya, 'Lihatlah apa yang telah Allah palingkan darimu'. Kemudian dibukakan pula suatu lubang ke arah Neraka, sehingga ia bisa melihatnya saling menghancurkan satu sama lain. Lalu dikatakan kepadanya, 'Inilah tempatmu. Engkau telah hidup dalam keraguan, mati dalam keraguan, dan dalam keraguan pula engkau kelak akan dibangkitkan, insyâallâh'." [HR. Ibnu Mâjah]

Keraguan dalam Shalat

Keraguan bisa menimpa seorang hamba ketika sedang melaksanakan shalat, sehingga ia tidak tahu berapa rakaat yang telah ia lakukan. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—memberikan obat untuk penyakit ini dalam sabda beliau: "Apabila salah seorang di antara kalian ragu di dalam shalatnya, sehingga ia tidak tahu telah shalat satu rakaat atau dua rakaat, hendaklah ia menjadikan shalatnya satu rakaat. Apabila ia ragu antara dua rakaat atau tiga rakaat, hendaklah ia menjadikannya dua rakaat. Apabila ia ragu antara tiga rakaat atau empat rakaat, hendaklah ia menjadikannya tiga rakaat. Kemudian hendaklah ia sujud dua kali ketika ia telah selesai melaksanakan shalatnya, (yaitu) ketika ia sedang duduk (tahiyat akhir) sebelum salam." [HR. Ahmad dan At-Tirmidzi]

Larangan Mencari-cari Kesalahan Istri

Terkadang seseorang merasa ragu tentang (kesetiaan) istrinya. Terkait hal ini, syariat Islam telah melarang untuk terus mengikuti keraguan seperti itu, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ibnu Abdullah—Semoga Allah meridhainya: "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—melarang suami mengetuk pintu istrinya pada malam hari, serta melarang berkhianat kepada mereka atau mencari-cari kesalahan mereka." [HR. Muslim]

Meragukan Niat dan Sikap Orang Lain

Ada sebagian orang yang jika berbicara dengan orang lain atau orang lain bercerita dengannya, ia merasa ragu dan bertanya-tanya: 'Apa yang diinginkan oleh orang ini dari perkataannya? Apa yang ingin dilakukannya?' Biasanya prasangka buruk lebih dominan dalam pertanyaan-pertanyaan ini. Orang seperti ini akan selalu berada dalam keletihan, dan keletihan itu dibuat oleh dirinya sendiri. Padahal, jika ia menepis berbagai keraguan terhadap niat orang lain itu ia pasti akan tenang. Alangkah indahnya nasihat penuh berkah yang mengatakan: "Tafsirkanlah perkataan/perilaku saudaramu (sesama muslim) dengan makna yang paling baik, sampai benar-benar datang hal yang membuktikan keraguanmu tentangnya."

Alangkah indahnya pula kata mutiara yang keluar dari lidah seorang Amîrul mukminîn, Umar ibnul Khaththâb—Semoga Allah meridhainya: "Janganlah sekali-kali engkau memiliki prasangka yang buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari (mulut) saudaramu, padahal kalimat tersebut masih bisa engkau bawa kepada (makna) yang baik."

Kita berdoa semoga Allah menganugerahkan kepada kita keyakinan serta menjauhkan kita dari sifat ragu. Dan Allah Maha Kuasa melakukan semua itu. Walhamdulillâhi Rabbil 'Âlamîn.

 

 

Artikel Terkait