Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Adab Kepada Orang Lain

Bersihkanlah Gigi-gigi Anda, Karena Anda Akan Memerlukannya di Hari Kiamat Nanti

Bersihkanlah Gigi-gigi Anda, Karena Anda Akan Memerlukannya di Hari Kiamat Nanti

 

(Seruan Untuk Menjauhi Teman Yang Buruk)

Tempat         : Di tanah Baitul Maqdis.

Waktu : Pada hari perhitungan amal, ketika matahari berada sangat dekat di atas kepala.

Adegan:

Anda pada saat itu berdiri di bawah terik matahari. Keringat Anda telah menggenangi Anda sesuai dosa yang telah Anda lakukan ketika di dunia, bisa sebatas mata kaki, sebatas betis, setinggi dada, atau bahkan tenggelam oleh keringat setinggi mulut. Dan semua orang tahu akan sebatas apa kelak keringatnya menggenangi dirinya. Dan ketika itu Anda berhadap agar sesegera mungkin dapat melewati kondisi itu dengan cara apa pun. Di sekeliling Anda tampak teman-teman Anda yang dahulu bersama Anda dalam komunitas yang jauh dari ketaatan kepada Allah. Mereka sama sekali tidak dapat berbuat apa pun untuk membantu Anda. Bahkan mereka juga tidak dapat menunjukkan apa yang mereka tunjukkan di dunia, yaitu menjadi manusia 'jantan' dalam melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Mereka sibuk dengan kepayahan diri mereka masing-masing.

Lalu ketika Anda berada dalam kondisi yang sangat sulit seperti itu, Anda melihat dari jarak yang tidak jauh terdapat naungan besar dan memanjang yang di bawahnya berdiri banyak orang. Di antara orang yang berdiri di bawah naungan tersebut ada yang Anda kenal dari rupanya, ada yang Anda kenal dengan namanya, dan bahkan ada juga yang dahulu Anda sering berbicara dengannya. Lantas terlintas pertanyaan di dalam benak Anda, "Mengapa mereka bisa di sana, sedangkan aku di sini? Dan mengapa mereka bisa berada di bawah naungan itu, sementara aku di sini ditenggelamkan oleh keringat dosaku sendiri?" Ya benar, bukankah mereka itu adalah orang-orang yang dahulu mengajakku, bahkan mendesakku untuk menjadi teman mereka. Mereka juga pernah memperingatkanku agar menjauhi teman-temanku yang tidak baik, dan mengabarkan kepadaku tentang peristiwa yang terjadi sekarang ini. Mereka bahkan berharap semoga aku tidak berada dalam kondisi yang sekarang ini menimpaku.

Maka ketika itu, hati Anda dipenuhi dengan penyesalan. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang lalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, 'Aduhai kiranya (dahulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, alangkah indahnya kiranya aku (dahulu) tidak menjadikan si fulan sebagai teman akrab-(ku)." [QS. Al-Furqân: 27-28]

Wahai saudaraku, apakah sekarang Anda telah mengetahui siapakah orang yang kelak akan memerlukan gigi-giginya di Hari Perhitungan? Saya berdoa kepada Allah semoga Anda tidak termasuk salah satu di antara mereka.

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pernah bersabda, "Seseorang itu akan mengikuti agama temannya. Maka hendaklah setiap kalian memperhatikan siapa orang yang akan dijadikannya sebagai teman." [HR. Abû Dâwûd dan Ahmad]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga pernah bersabda, "Hendaklah Anda tidak berteman kecuali dengan orang mukmin, dan hendaklah tidak memakan makanan Anda kecuali orang yang bertaqwa." [HR. Abû Dâwûd, At-Tirmidzi, dan Ahmad]

Sebagaimana dalam hadits-hadits di atas Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—mengabarkan kepada orang-orang yang mau menerima nasihat dan menjalankan perintah beliau tentang siapa-siapa yang layak dijadikan sebagai teman serta layak masuk rumah kita dan memakan makanan kita, beliau juga mengabarkan bahwa pertemanan yang baik itu akan mendatangkan pahala yang besar di dunia dan Akhirat. Beliau bersabda dalam hadits lain, "Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat mereka yang bukan para Nabi maupun para syuhada, namun para Nabi dan para syuhada cemburu kepada mereka di hari Kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah." Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepada kami siapakah mereka?" Beliau bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencinta karena Allah, padahal mereka tidak diikat oleh hubungan keluarga maupun kepentingan harta yang mereka pertaruhkan. Maka, demi Allah, sungguh wajah mereka bercahaya, dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak takut saat manusia ketakutan. Dan mereka tidak bersedih saat manusia bersedih." Lalu beliau membacakan ayat (yang artinya): "Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak merasa takut dan tidak pula bersedih hati." [QS. Yûnus: 62]. [HR. Abû Dâwûd]

Dalam hadits lain, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga bersabda, "Tatkala Allah menyelamatkan orang-orang beriman dari Neraka dan memberikan keamanan bagi mereka, maka perdebatan salah seorang kalian dengan temannya dalam memperjuangkan sebuah hak di dunia tidaklah lebih dahsyat daripada perdebatan orang-orang mukmin dengan Tuhan mereka ketika itu tentang saudara-saudara mereka yang dimasukkan ke Neraka. Mereka berkata, 'Ya Allah, mereka adalah teman-teman kami yang ikut shalat, puasa, dan melakukan ibadah haji bersama kami, kenapa Engkau masukkan mereka ke dalam Neraka?' Allah ketika itu menjawab, 'Pergilah dan keluarkanlah dari Neraka itu orang-orang yang kalian kenal di antara mereka'. Kemudian mereka ke Neraka dan menemui teman-teman mereka. Di antara teman-teman mereka itu ada yang mereka kenal wajah mereka karena tidak dimakan api. Ada juga yang sudah dimakan api sampai setengah kakinya, dan ada juga yang sudah dimakan api sampai tumitnya. Lantas mereka mengeluarkan orang-orang itu. Selanjutnya, orang-orang mukmin itu kembali menghadap Allah seraya berkata, 'Ya Allah, kami telah mengeluarkan mereka sesuai perintah-Mu'. Allah lalu berfirman (yang artinya): 'Keluarkanlah orang-orang yang di dalam hatinya terdapat iman meski seberat satu dinar, kemudian orang-orang yang di dalam hatinya terdapat iman meski seberat setengah dinar, kemudian orang-orang yang di dalam hatinya terdapat iman meski seberat biji sawi." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Wahai saudaraku yang dimuliakan Allah, lihatlah kepada orang-orang mukmin itu, mereka diperkenankan oleh Allah untuk menolong saudara-saudara, teman-teman, dan keluarga mereka pada hari Kiamat kelak. Lihatlah betapa besar pertolongan yang mereka berikan itu.

Kaum pemuda yang budiman, marilah kita kembali kepada topik pembicaraan kita, yaitu tentang bagaimana cara memilih shahabat dan teman agar kita mendapatkan pahala yang besar. Mungkin ungkapan terindah yang menggambarkan seorang teman dan shahabat adalah ungkapan Ibnul Jauzi—Semoga Allah merahmatinya—ketika ia berkata, "Hendaknya orang yang patut Anda jadikan teman adalah orang yang mempunyai lima sifat, yaitu: Berakal, berakhlak baik, tidak fasik, bukan pelaku bid'ah, serta tidak cinta dunia."

Dalam ungkapan ini terlihat bahwa sifat yang dilarang (tidak fasik, bukah pelaku bid'ah, dan tidak cinta dunia) lebih banyak daripada sifat yang diperintahkan (berakal dan berakhak mulia). Ini menunjukkan bahwa sebuah sifat baik yang mungkin terdapat di dalam diri seseorang tidak cukup dijadikan pedoman untuk menghukumi bahwa ia layak dijadikan teman. Namun yang terpenting adalah tidak adanya sifat-sifat yang dilarang di dalam dirinya. sebab, itu adalah tanda-tanda kerusakan.

1.    Berakal. Akal adalah modal dasar. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari berteman dengan orang bodoh. Ia hanya akan memberikan mudharat (bahaya) kepada Anda. Yang kami maksud dengan berakal adalah orang yang dapat memahami perkara-perkara sebagaimana mestinya, baik dengan pemahaman sendiri atau paham setelah dijelaskan oleh orang lain. Hal ini adalah sesuatu yang wajar, kita yakin bahwa tidak ada orang yang suka berteman dengan orang dungu yang tidak mengetahui apa yang mereka kerjakan.

2.    Berakhlak baik. Selain berakal, seorang teman juga harus berakhlak baik. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa orang yang berakal akan dikuasai oleh amarah atau menuruti hawa nafsunya. Tentu orang yang demikian tidak layak untuk dijadikan teman. Maka janganlah tergiur dengan orang yang cerdik dan pandai, namun berakhlak buruk. Ia hanya akan menyakiti Anda dengan akhlaknya sebelum Anda mendapatkan manfaat dari akalnya. Kemudian lama-kelamaan akhlak buruknya akan mengalahkan akhlak baik Anda.

3.    Orang fasik dilarang dijadikan teman karena ia tidak takut kepada Allah. Anda tidak bisa menjamin akan aman dari kejelekan orang yang tidak takut kepada Allah. Di samping juga orang seperti ini tidak dapat dipercaya. Demi Allah, ini adalah nasihat yang sangat berharga. Sangatlah wajar bahwa orang yang tidak memperhatikan aturan-aturan Allah mustahil akan mau memperhatikan kehormatan Anda. Apakah Anda bisa mempercayakan jiwa dan harta Anda kepada orang seperti ini? Tentunya tidak. Walaupun secara lahir mungkin terlihat tidak demikian, pasti ketika bencana terjadi, baru akan terungkap hakikat sebenarnya. Dan pada saat itu penyesalan tidak lagi berguna.

4.    Adapun pelaku bid'ah, hal yang ditakutkan jika berteman dengan mereka adalah perbuatan bid'ah yang dikerjakannya. Seorang pelaku bid'ah akan menularkan bid'ahnya dan pemahamannya yang salah terhadap Islam secara tidak Anda sadari. Contohnya, jika Anda sering bergaul dengan orang-orang yang mengagungkan kuburan dan melihat apa yang mereka lakukan, akan terbersit di dalam hati Anda keyakinan terhadap berkah kuburan, mempersembahkan nazar dan korban untuk kuburan, atau berdoa di sana. Dan ini adalah hal yang paling berbahaya.

5.    Cinta dunia. Seorang mukmin wajib menjauhi musibah yang dapat ditimbulkan oleh para pencari kesenangan dunia. Karena mereka hanya akan menunjukkan bagaimana mencari dan mengumpulkan materi dunia serta menghalangi orang yang berhak mendapatkannya. Hal itu akan menjauhkan seorang hamba dari obsesi mencari jalan keselamatan. Seorang mukmin wajib berjuang keras untuk dapat berteman dengan orang baik dan orang yang menunjukkan jalan menuju Akhirat.

Seorang mukmin harus sangat berhati-hati terhadap sifat yang satu ini. Sebab, bisa jadi orang yang mempunyai sifat ini adalah orang yang pandai, berakhlak mulia, bukan pelaku bid'ah, dan tidak juga fasik, namun ia lupa kepada Allah dan tidak antusias menggapai ridha-Nya. Jika Anda tidak berhati-hati, lama kelamaan Anda akan menjadi seperti mereka, ketika Anda hanya memperhatikan materi di dunia ini, seperti pekerjaan, kuliah, rumah, dan lain-lain. Sehingga tidak sedikit pun di dalam otak dan pikiran ada tersisa ruang untuk mencari dan menggapai ridha Allah. Hati Anda akan menjadi keras—na'ûdzubillâhi mindzâlik.

Ibnul Jauzi—Semoga Allah merahmatinya—menutup perkataannya dengan mengatakan, "Barang siapa yang dalam dirinya terkumpul sifat-sifat tersebut, maka manfaat dari berteman dengannya tidak hanya dirasakan di dunia saja, tetapi juga di Akhirat. Dan ini adalah tafsir dari perkataan sebagian shahabat dan tabi`in, 'Perbanyaklah teman, sebab setiap orang mukmin mempunyai syafa'at kelak pada hari Kiamat'."

Dan kiranya kata penutup terbaik untuk topik ini adalah firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." [QS. Az-Zukhruf: 67]

Saudaraku, ini adalah ajakan untuk meninjau kembali teman-teman Anda dan mengenali sifat-sifat mereka sesuai dengan kaidah yang telah kita sebutkan di atas. Hanya ada dua pilihan; Anda akan mendapatkan syafa'at dari mereka dan bersama-sama menempati kedudukan yang tinggi, atau Anda mulai mengambil nasihat saya dan bersiap-siap untuk membersihkan gigi-gigi Anda, karena Anda akan memerlukannya pada hari Kiamat kelak.

Semoga Allah menjaga Anda dan orang yang Anda cintai dari segala keburukan dan bencana. Semoga Allah membantu Anda dalam kebaikan dan menggapai ridha-Nya.

[Sumber: www.islammemo.cc]

 

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji