Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Adab Kepada Orang Lain

Menolong Sesama

 Menolong Sesama

Betapa banyak dari kaum muslimin yang sedang membutuhkan, yang sedang bersedih, yang menjadi korban kezaliman, dan yang hatinya terluka. Mereka tidak memiliki orang yang memperhatikan atau bertanya tentang keadaan mereka, atau berusaha menghilangkan kesusahan yang mereka rasakan, dan ia melakukan semua itu karena terdorong akhlak suka menolong.

Akhlak suka menolong yang kita maksud adalah rasa keimanan yang mendorong seorang muslim untuk menghilangkan kezaliman dari saudaranya sesama muslim yang lemah, atau mengulurkan pertolongan kepadanya. Sebesar penerapan Anda terhadap akhlak ini dalam kehidupan sehari-hari, sebesar itu pula respon Anda terhadap seruan jihad untuk memberantas para pembangkang, dan orang-orang kafir.

Saling Menolong Adalah Pajak dalam Persaudaraan

Persaudaraan antara sesama mukmin pajaknya adalah saling menolong. Siapa yang menunaikan kewajiban saling menolong, atau sebaliknya, mengabaikannya, ia akan mendapatkan balasannya yang setimpal di dunia, sebelum Akhirat. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Tidaklah seseorang mengabaikan seorang muslim pada saat kehormatannya dirusak, dan kesuciannya dinodai, melainkan Allah—`Azza wajalla—mengabaikannya pada saat ia menginginkan pertolongan-Nya. Tidaklah seseorang menolong seorang muslim pada saat kesuciannya dinodai dan kehormatannya dirusak, melainkan Allah akan menolongnya pada saat ia menginginkan pertolongan-Nya." [HR. Ahmad. Menurut Al-Albâni: hasan]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah memerintahkan tujuh perkara yang di antaranya adalah menolong orang yang terzalimi. Beliau memerintahkan kita melakukan tujuh perkara, dan melarang kita dari tujuh perkara. Beliau menyebutkan ketujuh perkara tersebut, yaitu, "Mengunjungi orang sakit, mengiring jenazah, mendoakan orang yang bersin, menjawab salam, menolong orang yang terzalimi, memenuhi undangan, dan merealisasikan sumpah." [HR. Al-Bukhâri]

Ibnul Jauzi menjelaskan tentang kezaliman dengan mengatakan bahwa maksiat di dalamnya lebih besar dari pada maksiat lainnya. Alasannya seperti yang ia katakan, yaitu, "Karena biasanya kezaliman itu tidak terjadi kecuali terhadap orang yang lemah yang tidak mampu (membela diri) untuk meraih kemenangan."

Bukanlah merupakan ciri seorang muslim, ridha terhadap kezaliman yang menimpa saudaranya sesama muslim, atau membiarkannya menjadi korban yang dihinakan oleh orang zalim. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya, tidak menyerahkannya (kepada musuh). Barang siapa yang berusaha untuk (memenuhi) keperluan saudaranya, maka Allah akan mencukupkan keperluannya. Barang siapa yang melepaskan suatu kesulitan dari seorang muslim, maka Allah akan melepaskan darinya kesulitan dari kesulitan-kesulitan pada hari Kiamat. Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) pada hari Kiamat." [HR. Al-Bukhâri]

Apakah setelah ini, ketika Anda melihat musibah yang menimpa saudara Anda sesama muslim, Anda akan membiarkannya dan menelantarkannya? Ataukah Anda akan menolongnya, dan tidak bisa tidur sampai berusaha keras untuk menghilangkan kemudharatan yang menimpa saudara Anda tersebut?

Muslim Lebih Pantas Memiliki Akhlak Suka Menolong

Masyarakat zaman Jahiliyah gemar saling menolong dalam kebaikan dan juga keburukan. Kemudian Islam datang, dan menginginkan akhlak ini terus berlanjut, namun dalam sisi yang baiknya, di samping juga memberikan makna yang baru terhadapnya. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tolonglah saudaramu, baik ia berbuat zalim, ataupun terzalimi." Seseorang shahabat berkata, "Wahai Rasulullah, saya menolongnya jika ia terzalimi. Lantas bagaimana menurut Anda cara menolongnya jika ia berbuat zalim?" Beliau bersabda, "Engkau cegah ia dari kezalimannya. Itu adalah pertolongan untuknya." [HR. Al-Bukhâri]

Jika Anda menolong kaum Anda, keluarga, dan suku Anda, dan mencegah mereka dengan segala cara dari perbuatan zalim yang mereka timpakan kepada seorang muslim—baik dari golongan mereka ataupun yang lainnya, maka itulah yang disebut menolong, yang merupakan akhlak terpuji. Jika tidak, maka yang demikian itu merupakan fanatik kesukuan yang tercela dan berbau busuk yang kita diperintahkan untuk menjauhinya. Tentang hal ini Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, menganalogikan seorang yang mengedepankan kesukuan dengan unta yang berada di ambang kebinasaan, "Barang siapa yang menolong kaumnya untuk sesuatu yang tidak benar, maka ia seperti unta yang jatuh ke dalam sumur, ia ditarik dengan ekornya." [HR. Abû Dâwud]

Orang yang mampu menolong saudaranya sesama muslim dengan kata-kata, atau pemberian maaf, atau petunjuk kepada yang baik, jika ia tidak melakukan hal itu, padahal ia mampu untuk melakukannya, dan ia menyaksikan sendiri penghinaan yang ditimpakan kepada saudaranya tersebut, maka Allah akan menimpakan kepadanya kehinaan di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat kelak. Karena ia telah mengabaikan kewajibannya untuk menolong saudaranya sesama muslim, dan tidak menjauhkan kehinaan darinya. Tentang hal ini Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa yang melihat seorang muslim dihinakan di sisinya, dan ia tidak menolongnya, padahal ia mampu untuk menolongnya, maka Allah—`Azza wajalla—akan menghinakannya di hadapan seluruh makhluk kelak pada hari Kiamat." [HR. Ahmad]

Pentingnya Akhlak Suka Menolong Bagi Keberlangsungan Hidup Dakwah

Setiap dakwah harus memiliki orang-orang yang mempunyai akhlak suka menolong. Jika tidak, maka dakwah itu tidak akan hidup. Bentuk pertolongan yang paling rendah adalah dengan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, dan menghilangkkan kezaliman. Sedangkan yang tertinggi adalah pertolongan dalam jihad. Ketika Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—memperkenalkan dakwah beliau pada musim haji, di Mina, beliau bersabda, "Siapa yang mau menampungku? Siapa yang mau menolongku?" [HR. Ahmad]

Ketika peristiwa Bai`atul `Aqabah, beliau mensyaratkan dalam bai`at adanya komitmen untuk menolong. Beliau bersabda, "Aku meminta kepada kalian, untukku dan shahabatku, kalian mau menampung kami, dan menolong kami, dan mencegah dari kami sesuatu yang kalian cegah dari diri kalian." [HR. Ahmad]

Waraqah bin Naufal berkata kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—di awal kenabian beliau, "Seandainya aku bertemu dengan harimu itu, niscaya aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat." [HR. Al-Bukhâri]

Allah—Subhânahu wata`âlâ—Maha Kuasa untuk menolong Rasul-Nya—Shallallâhu `alaihi wasallam. Namun, Dia memberikan ruang kepada kaum muslimin untuk perperan dalam memberikan pertolongan kepada Rasul-Nya—Shallallâhu `alaihi wasallam. Dan kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal itu, sebagaimana juga mereka akan diberi pahala karenanya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dialah yang menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang beriman." [QS. Al-Anfâl: 62]

Orang yang menang adalah orang: "Yang beriman kepadanya, memuliakannya, dan menolongnya." [QS. Al-A`râf: 157]

Disyariatkan juga bagi orang yang beriman untuk berdoa memohon pertolongan kepada Rabbnya. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang berisi doa yang berbunyi, "Rabbi a`innî walâ tu`in `alayya, wanshurnî walâ tanshur `alayya, wamkur lî walâ tamkur `alayya, wahdinî wa yassiril hudâ ilayya, wanshurnî `alâ man baghâ `alayya (Wahai Rabbku, bantulah aku, dan janganlah bantu (musuh) untuk mengalahkanku, tolonglah aku, dan janganlah tolong (musuh) untuk menguasaiku, buatlah siasat untuk kebaikanku, dan janganlah buat siasat untuk (musuh) yang mencelakaiku. Berilah aku petunjuk, mudahkanlah petunjuk kepadaku, dan tolonglah aku untuk menghadapi orang yang menganiayaku)." [HR. Ibnu Mâjah]

Namun pertolongan ini biasanya tidak lahir karena faktor gaib, akan tetapi karena usaha Anda, wahai pemilik sifat penolong, agar Anda menjalankan peran dengan semangat keimanan Anda, dan kecintaan Anda terhadap kebenaran. Adapun mengabaikan seseorang pada saat ia membutuhkan pertolongan merupakan sifat orang-orang munafiq terhadap teman-teman mereka, yang Allah —Subhânahu wata`âlâ—sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya): "Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya. Sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; Kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan." [QS. Al-Hasyr: 12]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—mensyaratkan kepada orang-orang yang duduk di jalan untuk membayar pajak duduk mereka, dan keberadaan mereka di tempat yang menuntut peran dan penunaian kewajiban mereka. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda kepada mereka, "Jika kalian enggan kecuali duduk, maka berikanlah jalan haknya. Balaslah salam, dan batulah orang yang terzalimi." [HR. Ahmad]

Menolong Muslim Tanpa Sepengetahuannya

Bersegera menolong saudara Anda sesama muslim di dunia, terutama pada saat ia tidak ada di sisi Anda, karena dalam kondisi seperti itu tidak ada basa-basi, dan yang mengemuka adalah perasaan yang sebenarnya, dan niat yang ikhlas karena Allah, Maka Allah akan menyediakan buat Anda penolong di dunia, dan Allah akan menolong Anda di Akhirat kelak. Hal itu sebagaiman yang disebutkan dalam hadits, "Barang siapa yang menolong saudaranya tanpa sepengetahuannya, maka Allah akan menolongnya di dunia dan Akhirat." (Shahîhul Jâmi`, Hadits no. 6574. Menurut Al-Albâni: hasan).

Menolong Muslim di Hadapan Penguasa

Di antara bentuk terpenting dalam hal menolong adalah mencegah kesemana-menaan pemimpin, atau penguasa, atau pemegang kebijakan. Karena kesemena-menaan mereka berbahaya, dan yang menasihati mereka sedikit. Sedangkan orang yang mencari muka kepada mereka banyak. Sehingga hilanglah hak di tengah hiruk pikuk basa basi, dan sikap cari muka. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—berlepas diri dari orang yang menolong mereka (para pemimpin) dalam kezaliman mereka, dan tidak menolong mereka untuk mengalahkan hawa nafsu mereka, dengan mencegah mereka dari kezaliman. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Sesungguhnya akan ada setelahku para pemimpin, yang barang siapa membantu mereka dalam kebohongan mereka, dan membantu mereka terhadap kezaliman mereka, maka ia bukanlah golonganku, dan aku bukanlah golongannya. Dan dia tidak akan menemuiku di telagaku. Barang siapa yang tidak membenarkan mereka atas kebohongan mereka, dan tidak menolong mereka dalam kezaliman mereka, maka ia adalah golonganku, dan aku adalah golongannya. Dan dia akan menemuiku di telagaku." [HR. An-Nasâ'i]

Mencegah Kezaliman Adalah Akhlak Terpuji Bagi Non Muslim, Apalagi Bagi Seorang Muslim

Jika mencegah kezaliman para penguasa, dan menolong orang-orang yang lemah merupakan akhlak yang mulia dalam pandangan orang-orang di luar Islam, maka sesungguhnyya kaum muslimin lebih pantas dan patut untuk melakukannya. `Amr Ibnul `Âsh menyifati orang-orang Romawi dengan empat sifat yang ia anggap baik pada mereka. Dia mengatakan, "Pada mereka terdapat empat sifat: Mereka adalah manusia yang paling santun ketika terjadi kekacauan, paling cepat bangkit setelah musibah, paling mungkin kembali setelah melarikan diri, dan mereka berlaku baik kepada orang miskin, anak yatim, dan orang lemah, serta sifat kelima adalah mereka manusia yang paling kuat mencegah kezaliman para raja."

Menolong dalam Kebatilan Dapat Mendatangkan Murka Allah

Barang siapa yang menolong dalam bentuk pertolongan Jahiliyah, yaitu menolong dalam kebatilan, dan mengikuti fanatisme kesukuan, serta membantu kezaliman, maka sesungguhnya Allah telah murka kepadanya. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits, "Barang siapa yang membantu suatu permusuhan secara zalim—atau menolong kezaliman, niscaya ia akan selalu berada di dalam murka Allah sampai ia meninggalkannya."

Jadilah penolong kebenaran di mana pun Anda berada. Jika tidak, maka janganlah Anda berharap untuk mendapatkan lencana jihad dan kehormatan sebagai syahid.

 

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji