Islam Web

  1. Ramadhan
  2. Fatwa
Cari Fatwa

Hukum Orang yang Berbuka di Rumahnya setelah Dia Berniat Melakukan Perjalanan

Pertanyaan

Saya orang Maroko, tinggal di Spanyol. Alhamdulillâh, tahun ini kebetulan kami mendapatkan sebelas hari puasa Ramadhân di negara kami, dan kami berencana untuk berangkat lagi ke Spanyol. Untuk mengamalkan hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bahwasanya Allah suka kalau keringanan-Nya dilakukan, dan hadits yang menyebutkan bahwa kalian harus mengambil keringanan dari Allah yang Allah berikan kepada kalian, maka kami berbuka (tidak puasa) pada hari kami hendak berangkat, sementara kami masih berada di rumah kami. Hal itu setelah saya membuka kitab Taisîr Fiqh Ash-Shiyâm karya Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi. Dan ketika kami sudah berada di dalam kapal, waktu berbuka datang (waktu azan Maghrib). Sebagian orang yang berpuasa mulai berbuka, dan kami merasa seolah-olah kami telah membatalkan satu hari puasa bulan Ramadhân. Apakah kami harus mengqadha saja atau bagaimana?

Jawaban

Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para shahabat beliau. Ammâ ba`d.

Apabila perjalanan Anda ke Spanyol adalah perjalanan yang mubah seperti untuk belajar, atau melakukan pekerjaan mubah, dan yang semisalnya, maka Anda boleh berbuka puasa Ramadhân, mengqashar shalat yang empat rakaat selama dalam perjalanan. Berbuka Anda ketika masih di rumah, sebelum melewati pemukiman kampung tempat Anda tinggal, hal itu dibolehkan menurut pendapat sebagian ulama. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh berbuka kecuali setelah memulai perjalanan dengan melewati rumah-rumah di kampung Anda.

Ibnu Qudâmah—Semoga Allah merahmatinya—menyebutkan di dalam kitab Al-Mughni, "Kesimpulannya, bahwa tidak boleh bagi orang yang berniat safar untuk mengqashar shalat sampai ia keluar dari pemukiman kampungnya, dan pemukiman itu telah berada di belakangnya. Seperti ini juga pendapat Mâlik, Asy-Syâfi`i, Al-Auzâ`i, Ishâq, dan Abû Tsaur. Dan pendapat ini disebutkan juga berasal dari sejumlah tabi`in. Disebutkan dari `Athâ' dan Sulaiman ibnu Musa bahwa keduanya membolehkan qashar bagi siapa yang berniat safar, ketika masih di kampungnya. Diriwayatkan dari Al-Hârits ibnu Abi Rabî`ah bahwa ia ingin melakukan perjalanan, lalu ia shalat dua rakaat (qashar) di rumahnya bersama orang-orang. Dan di antara mereka terdapat Al-Aswad ibnu Yazîd dan sejumlah murid Abdullah. Diriwayatkan dari `Ubaid ibnu Jabr, ia berkata, 'Aku pernah bersama Abu Bashrah Al-Ghifâri di dalam sebuah kapal dari Al-Fusthath pada bulan Ramadhân. (Di saat berangkat) dia masih menahan (untuk tidak makan). Lalu ia mendekati makanannya, dan ketika itu ia belum melewati rumah-rumah penduduk, hingga ia meminta untuk dihidangkan makanannya. Kemudian ia berkata, 'Mendekatlah.' Aku berkata, 'Tidakkah engkau masih melihat rumah-rumah itu?' Abu Bashrah lantas berkata, 'Apakah engkau tidak suka dengan sunnah Rasulullah—

Shallallâhu `alaihi wasallam?' Lalu ia makan. [HR. Abû Dâwud]. Dan bagi kami dalilnya adalah firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): 'Dan apabila kalian berpergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian menqashar shalat kalian.' [QS. An-Nisâ': 101]. Tidaklah dinamakan bepergian di muka bumi sehingga seseorang keluar (dari kampungnya). Dan telah diriwayatkan dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bahwasanya beliau mulai mengqashar shalat ketika telah keluar dari Madinah. Anas berkata, 'Aku shalat Zhuhur bersama Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—di Madinah empat rakaat, dan di Dzulhulaifah dua rakaat.' [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Adapun Abu Bashrah, sesungguhnya ia tidak makan, hingga menahan untuk itu. Perkataan 'Dia belum melewati rumah-rumah penduduk' artinya—Wallâhu a`lam—belum jauh darinya, dengan dalil perkataan `Ubaid kepadanya, 'Tidakkah engkau masih melihat rumah-rumah itu?' Apabila ini benar, sesungguhnya boleh baginya mengqashar shalat, meskipun jaraknya masih dekat dari rumah-rumah penduduk."

Berdasarkan ini, apabila Anda berbuka di rumah Anda, setelah Anda berniat untuk berpergian, karena mengikuti ulama yang mengatakan bolehnya hal itu, maka yang demikian itu tidak ada masalah bagi Anda, sekalipun yang utama adalah mengamalkan pendapat jumhur ulama, karena di dalamnya mengandung makna kehati-hatian. Bagaimanapun juga, kewajiban Anda adalah mengqadha satu hari sebagai ganti dari hari yang Anda tidak berpuasa di dalamnya, ketika dalam perjalanan.

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait