Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Puasa

Kedermawanan dan Infak di Bulan Ramadhân

Kedermawanan dan Infak di Bulan Ramadhân

Sebuah hadits diriwayatkan dalam Shahîh Al-Bukhâri dan Muslim, dari Ibnu Abbâs—Semoga Allah meridhainya—bahwa ia mengatakan, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—adalah manusia paling dermawan. Dan beliau paling dermawan pada bulan Ramadhân, saat beliau ditemui oleh Jibril. Jika beliau ditemui oleh Jibril, maka beliau lebih dermawan dari pada angin yang lepas." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits ini, dan dalam redaksinya terdapat tambahan, "Tidaklah beliau dimintai sesuatu, melainkan beliau memberinya." [HR. Ahmad. Menurut Al-Arna'ûth: shahîh]

Ibnu Hajar berkata, "Maksud beliau lebih dermawan dari angin yang lepas adalah dalam menyegerakan berbuat kedermawanan beliau lebih cepat dari angin. Penggunaan kata 'lepas' mengisyaratkan kesinambungan angin tersebut dalam menebarkan rahmat, dan keumuman manfaat kedermawanan Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, seperti angin lepas menebarkan rahmat kepada semua yang ia kenai." (Fathul Bâri).

Az-Zain bin Al-Munîr menjelaskan bentuk persamaan kedermawanan Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dalam kebaikan dengan kedermawanan angin lepas, "Angin yang dimaksud dalam hadits ini adalah angin rahmat yang diutus Allah—Subhânahu wata`âlâ—untuk menurunkan hujan yang cakupannya merata, mengenai tanah yang gersang dan yang tidak. Maksudnya, kebaikan dan kedermawanan beliau yang mencakup orang-orang yang fakir dan membutuhkan, dan juga orang-orang yang kaya dan berkecukupan, lebih luas cakupannya dari cakupan manfaat hujan yang muncul dari angin yang lepas." (Fathul Bâri).

Sebagian ulama berkata, "Kedermawanan beliau melebihi kedermawanan orang lain. Dan kedermawanan beliau pada bulan Ramadhân melebihi kedermawanan beliau pada bulan lainnya. Selanjutnya, kedermawanan beliau ketika bertemu dengan Jibril melebihi kedermawanan beliau pada seluruh waktu Ramadhân. Kemudian, kedermawanan beliau diumpamakan dengan angin yang lepas dalam hal keumuman manfaat dan kecepatannya. Hal yang demikian itu alasannya adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Mâlik, 'Karena jika waktu lebih mulia, maka kedermawanan di dalamnya lebih utama." (Marqâtul Mafâtih Syarh Misykâtil Mashâbih).

Abdullah bin Umar—Semoga Allah meridhai mereka—berkata, "Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih dermawan dan lebih mulia melebihi Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam." (Ibnu `Abdil Barr, Al-Istidzkâr).

Wahai hamba Allah, seperti itulah kedermawanan Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—pada bulan Ramadhân. Beliau adalah teladan dan panutan kita. Bagaimana dengan Anda?

Imam Asy-Syâfi`i—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Aku menyukai seorang muslim meningkatkan kedermawanan pada bulan Ramadhân. Karena hal itu sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, dan karena di dalamnya kaum muslimin membutuhkan apa yang menjadi kemashlahatan mereka, serta karena di dalamnya mereka disibukkan dengan puasa dan shalat, hingga tidak sempat mencari rezeki." (Al-Hâwi Fi Fiqhisy Syâfi`i).

Saudaraku yang diberkahi, jangan lupa bahwa Ramadhân adalah musim sedekah, dan kesempatan yang datang bagi mereka yang ingin memberi. Sesungguhnya puasa menyeru Anda untuk memberi makan orang yang lapar, dan bersedekah kepada kaum fakir dan miskin.

Ibnu Rajab Al-Hambali berkata dalam Lathâ'iful Ma`ârif, "Berlipatgandanya kedermawanan beliau pada bulan Ramadhân secara khusus memiliki beberapa alasan, di antaranya:

- Kemuliaan waktu dan berlipatgandanya pahala amal di bulan ini. Sebuah hadits diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya, dari Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bahwa beliau bersabda, "Sedekah paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadhân." [HR. At-Tirmidzi. Menururt Al-Albâni: dha`îf]

- Membantu orang-orang yang berpuasa dan orang-orang yang berdzikir untuk menjaga ketaatan mereka. Dan orang-orang yang membantu mereka tersebut mendapatkan pahala seperti pahala mereka. Hal ini sama seperti orang yang menyediakan bekal untuk orang yang berperang, sesungguhnya ia terhitung telah berperang, dan barang siapa yang menjaga keluarga orang yang berperang dengan baik, ia juga terhitung telah berperang.

- Memadukan antara puasa dan sedekah merupakan perkara yang dapat memasukkan pelakunya ke dalam surga. Hal itu sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin `Amr—Semoga Allah meridhainya—dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—beliau bersabda, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalamnya, dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya." Abû Mûsa Al-Asy`ari—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Ia disediakan untuk siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Untuk orang yang membaguskan perkataan, memberi makan, merutinkan puasa, dan menjalankan shalat pada malam hari sedangkan orang lain sedang tidur." [HR. Ahmad. Menurut Al-Arna'ûth: hasan lighairihi. Adapun jalur ini sanadnya dha`îf]

Semua perkara tersebut hanya ada pada bulan Ramadhân. Di dalamnya terhimpun bagi seorang mukmin puasa, shalat malam, sedekah, dan perkataan yang baik. Sesungguhnya seorang yang berpuasa dilarang dari perkara yang sia-sia dan tindakan yang memancing syahwat.

- Shalat, puasa, dan sedekah mengantarkan pelakunya sampai kepada Allah—`Azza wajalla. Sebuah hadits diriwayatkan dari Abû Hurairah—Semoga Allah meridhainya, dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bahwa suatu ketika beliau bersabda, "Siapa di antara kalian yang berpuasa hari ini?" Abu Bakar berkata, "Saya." Beliau bersabda lagi, "Siapa di antara kalian yang mengikuti jenazah?" Abu Bakar berkata, "Saya." Beliau bersabda lagi, "Siapa di antara kalian yang bersedekah?" Abu Bakar berkata, "Saya." Beliau bersabda lagi, "Siapa di antara kalian yang menjenguk orang sakit?" Abu Bakar berkata, "Saya." Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—lantas bersabda, "Tidaklah semua perkara ini terkumpul pada diri seseorang melainkan ia akan masuk ke dalam surga." [HR. Muslim]

Memadukan antara puasa dan sedekah lebih ampuh dalam menghapus dosa dan menjauhi neraka. Apalagi jika ditambah dengan qiyâmullail (shalat malam). Sebuah haditts diriwayatkan dari Mu`âdz—Semoga Allah meridhainya—bahwa Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Sedekah dapat menghapus kesalahan (dosa) seperti air memadamkan api." [HR. At-Tirmidzi. Menurut Al-Albâni: shahîh]

Abû Ad-Dardâ'—Semoga Allah meridhainya—berkata, "Shalatlah di kegelapan malam dua rakaat untuk menghadapi gelapnya kubur. Berpuasalah pada hari yang sangat panas untuk menghindari panasnya hari Kebangkitan. Bersedekahlah secara diam-diam untuk menghadapi prahara hari Kiamat yang mengerikan."

- Dalam puasa tentu terjadi celah dan kekurangan. Penghapusan dosa dengan puasa disyaratkan harus terhindar dari hal-hal yang harus dihindari. Maka sedekah menjadi penutup kekurangan dan celah yang ada pada puasa. Oleh karena itu, kita diwajibkan membayarkan Zakat Fitrah di akhir Ramadhân, sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari kesalahan dan perkataan kotor. (Ibnu Rajab Al-Hambali, Lathâ'iful Ma`ârif).

Saudaraku, sesungguhnya dengan kemurahan dan pemberian Anda, Anda telah menitipkan kepada Rabb Anda sesuatu untuk menghadapi hari yang di dalamnya Anda fakir, membutuhkan, dan sengsara. Hari kefakiran dan kemiskinan itulah hari yang di dalamnya kesalahan-kesalahan dinampakkan.

Saudaraku, seteguk air, segenggam kurma, sedikit makanan, uang, pakaian, dan buah-buahan yang Anda berikan kepada orang yang membutuhkan adalah jalan bagi Anda menuju surga.

Saudaraku, demi Allah, tidak ada yang memelihara harta seperti sedekah, dan tidak ada yang menyucikannya seperti zakat. Banyak hartawan, pemilik banyak harta, simpanan, rumah, dan istana yang sudah meninggal. Semua itu menjadi kekecewaan dan penyesalan bagi mereka, karena mereka membelanjakannya bukan pada tempatnya. Di Akhirat nanti Anda akan melihat siapa sebenarnya yang beruntung dan siapa yang merugi. Allâhul musta`ân.

Penutup

Saudaraku, ingatlah bahwa Ramadhân menyeru Anda untuk berderma, memberi, dan menyayangi fakir miskin. Pada hakikatnya yang demikian itu merupakan seruan supaya Anda meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik saat di dunia, hingga kelak Allah akan memberikan balasannya kepada Anda ketika Anda bertemu dengan-Nya. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Jika kalian meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya untuk kalian dan mengampuni kalilan. Dan Allah Maha pembalas jasa lagi Maha Penyantun." [QS. At-Taghâbun: 17]

Ingatlah sesungguhnya harta, simpanan, dan istana akan punah dan sirna. Jadikanlah hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Tidaklah sedekah itu mengurangi harta." [HR. Muslim], sebagai pendorong bagi Anda.

Kita memohon kepada Allah—Tabâraka wata`âlâ—agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang berinfak, dan orang-orang yang beristighfar di waktu menjelang fajr. Dan akhir doa kita Alhamdulillâhi rabbil `âlamîn.

Artikel Terkait