Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. ADAB ISLAM
  4. Adab Kepada Hewan dan Lingkungan

Berkompetisi Dalam Kedermawanan

Berkompetisi Dalam Kedermawanan

Suatu hari, Abdullah ibnu Ja`far Ath-Thayyâr—Semoga Allah meridhainya—pergi mengunjungi tanahnya. Ia mendatangi sebuah kebun yang terdapat pohon kurma di dalamnya. Di kebun itu, ada seorang budak hitam yang bekerja di sana. Budak itu membawa tiga keping roti miliknya. Lalu datang seekor anjing mendekatinya. Budak hitam itu pun melemparkan sekeping rotinya. Lalu ia juga memberikan kepingan kedua dan ketiga dari rotinya itu. Abdullah heran melihat itu, dan ia pun bertanya, "Wahai anak muda, berapa banyak roti yang engkau peroleh dari majikanmu setiap hari?"

Budak itu menjawab, "Seperti yang tuan lihat." (maksudnya hanya tiga keping roti).

Ja'far bertanya lagi, "Lalu mengapa engkau lebih mementingkan anjing itu daripada dirimu sendiri?"

Budak itu menjawab, "Tuan, hamba lihat anjing itu bukan anjing dari daerah ini. Sudah pasti ia datang dari tempat yang jauh dan mengembara mencari makanan sehingga kelaparan. Aku tidaak sampai hati untuk mengusirnya."

"Kalau begitu, apa yang akan engkau makan hari ini?" Tanya Abdullah.

"Biarlah hamba menahan lapar hari ini," katanya.

Abdulah berkata dalam hatinya, "Aku dikenali orang sebagai dermawan yang pemurah. Tetapi budak ini jauh lebih dermawan dibanding diriku!"

Kemudian Abdullah membeli kebun itu berikut seluruh pohon kurma dan seluruh isinya. Abdullah juga membeli budak tersebut, lalu ia merdekakan. Tidak hanya itu, ia juga menghadiahkan kebun beserta semua isinya itu kepadanya.

Budak itu pun berkata, "Jika benar tuan menghadiahkan ini kepada saya, maka saya mewakafkan kebun ini di jalan Allah."

Semakin tercenunglah Abdullah atas sikap budak tersebut, sembari berkata, "Bagaimana mungkin orang ini begitu dermawan, sementara aku masih terlalu pelit. Itu tidak akan pernah terjadi!" [Dikutip dari Al-Mustathraf]

Demikianlah kompetisi dalam kebaikan. Seorang budak suruhan yang kedermawanannya menjadi sebab kemerdekaan dan kebebasannya dari status budak. Dan ia layak menjadi teladan bagi semua orang. Kendati sanagat populer sebagai orang yang dermawan dan murah hati, Abdullah ibnu Ja'far Ath-Thayyâr—Semoga Allah meridhainya—melihat bahwa budak itu jauh lebih dermawan dan pemurah dibanding dirinya. Meski tidak memiliki makanan lain selain tiga keping roti tersebut, budak itu justru berlaku pemurah terhadap seekor anjing yang tidak bisa berbicara, padahal ia juga membutuhkan makanan itu. Keinginan untuk mendapatkan balasan di sisi Allah membuat budak itu memberikan seluruh makanan miliknya. Ia benar-benar menjadi contoh teladan bagi seorang mukmin yang bertakwa, bertawakal kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ, dan suka berbuat kebajikan.

Allah kemudian memberikan ganjaran untuknya di dunia, dengan terbebas dari status budak dan memperoleh harta yang dihadiahkan kepadanya. Selanjutnya kesyukuran budak ini mampu ia aplikasikan dengan lisan dan perbuatannya. Ia mewakafkan kebun tersebut beserta seluruh isinya di jalan Allah.

Demikianlah kompetisi mulia dalam kebaikan yang selayaknya dilakukan pula oleh kaum mukminin. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." [QS. Âli `Imrân: 92]

Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Tidak satu hari pun yang dilalui oleh seorang hamba melainkan ada dua Malaikat turun kepadanya. Malaikat pertama berdoa, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan Malaikat yang kedua berdoa, 'Ya Allah, berikan kehancuran bagi orang yang enggan berinfak'." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

[Dikutip dari Kitab "Kamâ Tadînu Tûdân"]

Artikel Terkait