Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Islam
  5. Haji dan Umrah

Wahai Saudariku, Haji Bukan Seperti Itu!

Wahai Saudariku, Haji Bukan Seperti Itu!

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Wahai saudariku, haji merupakan ibadah yang agung bagi kaum laki-laki dan perempuan. Haji dapat menumbuhkan ketakwaan di dalam jiwa kita, dan itu merupakan tujuan utama yang amat kita dambakan dari ibadah ini. Haji dapat membina jiwa kita untuk mengenal hakikat ibadah sebenarnya. Haji juga dapat melunakkan hati yang keras jika niat pelakunya benar-benar tulus dan ikhlas. Saudariku, haji yang sejati adalah ketika saudari konsisten memakai hijab serta menjaga segala tindak tanduk dan kesopanan dalam menjalankannya.

Wahai saudariku, haji bukanlah sebuah tamasya untuk membuang-buang waktu. Ia tidak sama dengan perjalanan-perjalanan lain yang pernah Anda lalui. Haji merupakan proses perubahan cara pikir dan akhlak. Ia adalah sebuah perjalanan, tetapi tidak seperti perjalanan biasa yang pernah Anda lakoni.

Wahai saudariku, haji merupakan perjalanan menuju Allah, perjalanan menghadap Sang Pencipta, Pengampun segala dosa, dan Penutup aib manusia. Sesungguhnya Allah akan memberikan semua ganjaran ini selama kita bersungguh-sungguh.

Wahai saudariku, haji mempunyai wibawa dan kedudukan yang sering kali melemah atau bahkan hilang dari diri sebagian Anda. Haji merupakan waktu untuk mengumpulkan kebaikan sebanyak mungkin, bukan justru waktu untuk menuai dosa sehingga berakhir dengan penyesalan.

Wahai saudariku, ia merupakan hari-hari agung penuh arti, terkumpul di sana keagungan tempat dan waktu. Akan tetapi, apakah Anda sudah berjanji dengan Allah untuk konsisten menjaga malu dan kesantunan yang merupakan mahkota seorang wanita? Betapa banyak jemaah haji wanita yang tidak menjaga ketenangannya dalam berjalan dan berbicara. Betapa banyak wanita yang tidak berusaha menjaga jarak dengan kaum laki-laki semampunya. Bahkan demikian tidak pedulinya, sebagian jemaah haji wanita ada yang berjalan begitu cepat sehingga lengannya menabrak jamaah haji lain, bahkan terkadang hampir membuat orang lain terjatuh. Sebagian lainnya ada yang menerobos shaf laki-laki ketika shalat. Walaupun ada alasan yang membuat mereka boleh melakukan itu, tetapi mereka tetap tidak berhak untuk memutus shaf kaum laki-laki. Wahai ukhti, Anda hendak kemana?!

Lihatlah pula sebagian kaum wanita yang mengangkat suaranya ketika thawaf, untuk menyeru Dzat Yang Maha Mengetahui semua rahasia dan yang tersembunyi. Ada pula yang berdiri di tengah kerumunan jemaah di dekat pintu Ka`bah, mengangkat tangan tinggi-tinggi sehingga tampak perhiasan tubuhnya, hanya untuk mengambil foto Ka`bah, seolah-olah ia sedang berada di rumahnya atau di penginapan yang tidak ada orang. Betapa banyak dari kalian, kaum wanita, yang membuka wajahnya yang cantik sehingga menjadi fitnah (godaan) bagi para lelaki yang melakukan thawaf dan sa`i. Pantaskah kalian seperti itu, sementara kalian sedang berada di tempat yang paling suci? Apa pula gerangan yang kalian lakukan jika berada di pasar-pasar?!

Sesungguhnya Allah tidak meridhai perbuatan seperti demikian. Bahkan sebaliknya, Allah sangat membenci dan memurkainya. Ketahuilah wahai saudariku, bahwa ada adab-adab dan aturan yang wajib dipelihara oleh kaum wanita sebelum berangkat menunaikan ibadah haji. Tidakkah bisa kalian memilih waktu yang lebih tepat untuk melakukan thawaf dan sa'i, daripada harus berdesak-desakan dengan kaum lelaki.

Berapa banyak juga jemaah wanita yang memakai gaun sempit, lalu berjalan dengan gemulai, mengangkat suaranya atau melemah-lembutkannya di hadapan para lelaki tanpa peduli. Betapa banyak dari para wanita yang melanggar kriteria haji mambur yang mereka dambakan.

Ketahuilah wahai saudariku, haji bertujuan membina ketakwaan. Di antara bentuk ketakwaan itu adalah menutup aurat dan menjaga `iffah (harga diri). Haji merupakan kemuliaan dan penghargaan bagi Anda, saudariku. Orang-orang yang mulia tidak akan pernah ingin dirinya direndahkan dan dilecehkan, atau berbuat seperti tingkah laku pria, karena hal itu diharamkan dan merupakan perbuatan dosa. Tidak pantas bagi orang yang mengharapkan ampunan dan Surga Allah untuk bertingkah laku seperti itu. Apakah Anda rela menerima dosa ratusan orang hanya gara-gara menampakkan kecantikan Anda ketika thawaf dan sa`i. Padahal fatwa ulama yang membolehkan membuka muka dalam haji adalah khusus dalam kondisi tidak berada di dekat kaum laki-laki, walaupun sedang melakukan thawaf, sa`i, atau melempar jumrah. Ketentuan ini harus dilakukan meski membuat wanita harus menutup wajahnya sepanjang ibadah haji, kecuali jika berada di tengah jemaah wanita.

Saudariku, sudah sangat jelas bagi Anda pada zaman sekarang betapa jiwa-jiwa manusia telah berubah. Hati-hati manusia demikian lemah. Pada saat ini, Anda dapat melihat betapa banyak serigala-serigala berhati lemah yang mengaku sedang melakukan ibadah haji. Di antara mereka ada yang mengakui itu. Bahkan ada yang bercerita kepada kami tentang lelucon jemaah haji bersama jemaah wanita. Hal-hal yang tentunya membuat kening kita berkeringat menyaksikan kelalaian kaum wanita dan mahramnya dalam ibadah haji.

Saudariku, bentengilah diri kalian dari hal-hal yang membuat Allah murka. Hindarilah hal-hal yang melanggar petunjuk Rasulullah, juga ajaran ibu-ibu kalian, yaitu Ummahâtul Mukminîn yang suci dan senantiasa menjaga diri mereka. Bacalah bagaimana cara mereka melakukan ibadah haji, bagaimana sifat-sifat mereka, dan bagaimana mereka menjaga malu. Janganlah kalian menganggap remeh perkara ini. Demi Allah, ini adalah hal yang sangat penting. Ingatlah, bahwa mengerjakan dosa di Tanah Haram tidaklah sama seperti mengerjakannya tempat mana pun.

Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan siapa yang bermaksud di dalamnya (Tanah Haram) melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih." [QS. Al-Hajj: 25]. Tafsiran ayat ini adalah: setiap orang yang melakukan kezaliman di Tanah Suci itu dianggap jahat. Dan tabarruj (pamer aurat) termasuk bentuk kezaliman. Memamerkan kecantikan wajah adalah kezaliman. Menampakkan lekuk-lekuk tubuh merupakan kezaliman. Berjalan melenggak-lenggok merupakan kezaliman. Memakai perhiasan adalah kezaliman. Begitu juga menerobos ke tempat laki-laki tanpa alasan yang membolehkannya merupakan kezaliman.

Wahai saudariku, tidakkah Anda cemburu melihat betapa saudari-saudari Anda yang selalu istiqamah dalam ketaatan kepada Allah, berusaha meraih ridha Allah, serta menjaga 'iffah dan rasa malu mereka, kelak kembali ke tanah air mereka dengan pahala. Sementara Anda kembali membawa dosa yang berlipat ganda dan hukuman yang sedang menanti Anda

Waspadalah wahai saudariku, haji bukanlah seperti itu. Bukanlah haji jika Anda shalat di Masjidil Haram, sementara bokong Anda berada di depan laki-laki yang shalat di belakang Anda. Inilah yang memang banyak terjadi pada jemaah wanita. Bukan pula dinamakan haji jika Anda menembus keramaian dengan didorong oleh mahram Anda hanya demi mencium Hajar Aswad. Tidak wahai saudariku, haji bukanlah demikian. Ibadah haji butuh pemahaman dan ketakwaan. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Berbekallah kalian, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…" [QS. Al-Baqarah: 197]

Wahai saudariku, haji adalah amanah yang tidak boleh disia-siakan dan tidak boleh pula dilakukan dengan berlebihan. Haji membutuhkan pemahaman dan fikih sebelum Anda melaksanakannya. Sehingga ketika Anda menunaikannya, tidak terjadi kesalahan dan tidak mengganggu orang lain. Maka adalah mesti bagi Anda untuk mendapatkan pemahaman itu. Adalah wajib bagi Anda untuk bersopan-santun dan memiliki seorang mahram yang mampu menjaga Anda.

Berusahalah untuk menjaga kebersihan dan kesehatan hati Anda sebagaimana Anda berusaha mengobati fisik Anda. Sesungguhnya hati yang sakit lebih parah daripada sakitnya anggota tubuh. Matinya hati, keimanan, dan rasa malu lebih parah daripada kematian dan hilangnya satu anggota tubuh atau orang yang Anda cintai.

Wahai saudariku, jika Anda mempelajari Kitab Allah niscaya Anda akan melihat bahwa Allah menjaga wanita muslimah dengan benteng penjagaan dan kemuliaan, agar mereka tampil penuh wibawa dan kharisma. Penampilan seorang wanita yang beriman dan bertakwa hendaklah menunjukkan isi batinnya. Keimanan dan ketakwaannya mesti tampak dari perkataan dan perbuatannya. Semua orang dapat melihat sifatnya yang agung, sehingga tidak seorang pun berani menyakitinya. Allah pun selalu melindunginya dari belakang, dari depan, dari sisi kanan, dan dari sisi kirinya, jika ia benar-benar tulus mengharap ridha Tuhan-nya.

Wahai saudariku, haji bukanlah seperti anggapan sebagian orang yang telah menyimpang dari kebenaran, sehingga mereka membolehkan wanita untuk menampakkan wajahnya secara mutlak, atau memakai pakaian putih laksana pengantin yang sedang berpesta, atau mewajibkan shalat di Masjidil Haram tanpa mempertimbangkan padatnya jemaah haji, padahal berlipat gandanya pahala shalat di Masjidil Haram hanya berlaku bagi orang-orang yang rumahnya berada di dalam batas kota Mekah (menurut salah satu perkataan ulama). Bagi wanita yang ingin shalat di Masjidil Haram pun hendaklah mencari tempat-tempat khusus kaum wanita dan tertutup dari kaum laki-laki. Saudariku, orang yang tidak mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang luas bersama para ulama pasti akan jauh dari kebenaran, dan jauh dari kebaikan yang diridhai Allah.

Haji itu bukanlah demikian, wahai saudariku. Karena itu, perhatikanlah selalu hal-hal yang diinginkan Allah dari diri Anda. Jagalah senantiasa etika malu dan kesopanan Anda. Dan kami yakin, Anda insyâllah mampu melakukan itu.

Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk meniti jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—beserta keluarga dan para shahabat beliau.

[Oleh: Muhammad Al-Hiji]

Artikel Terkait