Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Seorang suami tidak boleh menyakiti istrinya dan menekannya untuk mendapatkan kembali mahar yang telah ia bayarkan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Janganlah kalian menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepadanya." [QS. An-Nisâ': 19]
Ibnu Al-Mundzir berkata, "Para ulama sepakat melarang suami untuk mengambil harta istrinya kecuali jika pembangkangan dan perilaku tidak baik itu bersumber dari dirinya (istri)." Dalam kondisi seperti itu, suami harus mempertahankannya dengan cara yang baik atau menceraikannya dengan cara yang baik pula.
Kesimpulannya, suami tidak boleh mengambil tebusan atas perceraiannya kecuali apabila kedurhakaan bersumber dari pihak istri dan suami sama sekali tidak pernah menyakitinya, atau si istri ingin bercerai dengannya bukan karena durhaka. Jika demikian kondisinya, suami boleh mengambil tebusan perceraian dari si istri. Tapi sebaiknya, ia tidak mengambil apa yang telah ia bayarkan sebagai mahar, sebagaimana yang diusulkan Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—kepada Tsâbit ibnu Qais, dan sebagaimana masalah ini termasuk dalam keumuman firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): ".atau menceraikannya dengan cara yang baik."