Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Istri Nabi
yang paling dicintai oleh beliau adalah `Aisyah bintu Abu Bakar, Ummul Mu'minin
dan meridhai ayahnya. Diriwayatkan dari `Amr ibnul `Ash
, bahwa Nabi
mengutusnya untuk memimpin perang Dzâtus Salâsil. Ia bercerita, "Lalu aku mendatangi beliau dan bertanya: 'Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: '`Aisyah'. Aku bertanya lagi: 'Kalau dari kaum laki-laki?' Beliau menjawab: 'Ayahnya'. Aku bertanya lagi: 'Kemudian siapa?' Beliau menjawab: 'Umar ibnul Khaththab'. Lalu beliau menyebut beberapa orang yang lain." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Hal ini telah diketahui secara mutawatir di kalangan para shahabat Rasulullah
, sampai-sampai seseorang di antara mereka jika hendak memberikan hadiah kepada Rasulullah
, akan menunggu hari di mana Rasulullah
berada di sisi `Aisyah, baru kemudian memberikan hadiah itu kepada beliau. Hal itu pun kemudian menarik perhatian para Ummahatul Mu'minin yang lain.
Diriwayatkan dari Hisyam, bahwa ayahnya berkata, "Orang-orang menunggu-nunggu hari untuk memberikan hadiah mereka (kepada Rasulullah), yaitu hari giliran `Aisyah. `Aisyah pernah bercerita: 'Maka rekan-rekanku (para istri Nabi yang lain) berkumpul menemui Ummu Salamah, lalu berkata: 'Wahai Ummul Mu'minin, orang-orang menunggu-nunggu hari `Aisyah untuk memberikan hadiah mereka (kepada Rasulullah), dan sungguh, kami juga menginginkan kebaikan (bagian hadiah) sebagaimana yang diinginkan oleh `Aisyah. Maka mintalah kepada Rasulullah
agar beliau memerintahkan kepada orang-orang itu untuk memberikan hadiah kepada beliau di mana pun beliau berada'. Ummu Salamah pun menceritakan hal itu kepada Nabi
. Ummu Salamah berkata: 'Namun beliau berpaling dariku (tidak menjawab). Ketika beliau kembali kepadaku, aku menyebutkan hal itu lagi kepada beliau, namun beliau tetap berpaling dariku. Pada kali ketiga, aku menyebutkan hal itu lagi kepada beliau, lalu beliau bersabda: 'Wahai Ummu Salamah, janganlah engkau menyakitiku tentang `Aisyah, karena demi Allah, tidak pernah wahyu turun kepadaku ketika aku berada di dalam selimut seorang perempuan di antara kalian, selain ia (`Aisyah)'." [HR. Al-Bukhari]
Kedudukan `Aisyah yang begitu tinggi di hati Rasulullah
juga semakin terlihat ketika beliau sedang berada dalam sakit menjelang wafatnya beliau, karena beliau sangat ingin untuk berada di dekat `Aisyah, bukan istri-istri beliau yang lain, dan keinginan beliau itu pun terkabulkan.
Diriwayatkan dari `Urwah, dari `Aisyah, bahwa: "Rasulullah
bertanya-tanya di saat-saat menderita sakit menjelang wafatnya beliau: 'Di manakah aku esok? Di manakah aku esok?' Beliau ingin ada di rumah `Aisyah. Maka para istri beliau mengizinkan beliau untuk berada di mana pun yang beliau kehendaki. Beliau pun berada di rumah `Aisyah sampai beliau wafat."
Tidak diragukan lagi, bahwa Khadijah bintu Khuwailid
mendapatkan bagian yang besar dari cinta Rasulullah
. Diriwayatkan dari `Aisyah
, bahwa ia berkata, "Aku tidak pernah merasa cumburu kepada seorang pun dari istri-istri Nabi
seperti rasa cemburuku terhadap Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi karena Nabi
seringkali menyebut namanya. Bahkan terkadang beliau menyembelih seekor kambing, lalu memotong-motong dagingnya dan mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah. Terkadang aku berkata kepada beliau: 'Seakan-akan tidak ada perempuan lain di dunia ini selain Khadîjah'. Beliau menjawab: 'Ia itu begini, ia itu begitu (beliau menceritakan kebaikan-kebaikannya), dan aku memiliki putra-putri darinya'." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Adapun laki-laki yang paling dicintai oleh Rasulullah
adalah Abu Bakar, kemudian Umar ibnul Khaththâb, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat `Amr ibnul `Ash di atas. Dan diriwayatkan pula dari `Aisyah—
, bahwa ia pernah ditanya: "Siapakah shahabat Rasulullah
yang paling dicintai oleh beliau?" `Aisyah menjawab, 'Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Abu `Ubaidah ibnul Jarrâh." [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah; Menurut Syaikh Syu`aib Al-Arna'uth: para perawi hadits ini tsiqah (terpercaya)]
Wallahu a`lam.